Thursday, September 30, 2010

Minggu

“ACEH!!! LOE GIMANA SIH!!?? INI PIRING MASIH BANYAK KOTORANNYA!!! AYO KERJA YANG BENER!!! GW POTONG JUGA NIH GAJI LOE!!!”, Cik Ahoen marah besar.

“…”, aku terdiam. Aku memandangi piring itu. Nampaknya sudah bersih dan mengkilap.

TAAKK!!! Sebuah tamparan melayang ke pipi kananku

“DASAR LOE GA TAHU DIUNTUNG!!! UDA BAGUS LOE KETERIMA KERJA DISINI. KERJA YANG BENER.”

“Iya Cik”, jawabku melenguh pelan.

“Siang ini loe bersiin semua piring, terus loe buang sampah di belakang, tambah nyapu sama ngepel!”

“Iya Cik”, jawabku sekenanya sambil berusaha menghilangkan nada kesalku.

“Awas ya kalo sampe masih ada yang kotor!!”, katanya sambil berlalu pergi.

Huh dasar! belagu sekali dia! mentang-mentang bos! Orang piringnya sudah bersih juga! main marah-marah saja seenaknya. Fiuuhh….yah tapi mau bagaimana lagi, kalau tidak ada dia, bagaimana nasibku saat ini. Cuma dia yang mau menerimaku, seorang yang hanya tamatan SMA, untuk bekerja di restorannya sebagai tukang cuci piring di sebuah Chinese Food miliknya ini. Cukuplah dengan hanya bermodal keterampilan seadanya, aku mendapat sedikit upah tambahan untuk membantu memberi makan kepada adik-adikku dan tambahan untuk tabunganku. Harapannya dengan usahaku ini, aku mampu melanjutkan studi di bangku kuliah.

Seringkali aku iri saat melihat anak-anak ABG berseragam sekolah, dengan wajah ceria mereka asyik duduk bergerombol, bercerita tentang kehidupan mereka. Seringkali aku tidak sengaja mendengar tentang keluhan mereka dengan banyaknya PR, cerita cinta mereka di sekolah, mencontek, dan 1001 macam kisah remaja mereka yang sangat menggemaskan. Di usiaku sekarang ini, seharusnya aku sama dengan mereka, sedang duduk nyaman di bangku sekolah mengenyam pendidikan untuk masa depanku nanti. Tapi lihat aku sekarang! Terdampar bersama tumpukan piring kotor dan sepotong sabun cuci. Ini semua tidak terjadi kalau saja tidak ada mereka! Ya merekalah yang merebut semua mimpi-mimpiku! Mereka adalah 7 iblis kecil yang merenggut semua yang semestinya jadi milikku.

#

“Kiri bang”, pintaku pada sopir angkot untuk berhenti. Setelah turun dan menyelesaikan kewajiban pembayaran, aku melangkah gontai lemas, lelah sehabis bekerja. Aku menemukan diriku di depan pintu rumahku. Seperti biasa, terdengar suara gaduh yang luar biasa dari dalam rumahku.

“Fiuh…” aku menghela nafas dan membuka pintu

“Aku pulang” kataku dengan nada sekenanya

“Waa….wooo…wee…” gaduh suara 7 orang adikku sedang asyik bermain. Ya benar anda tidak salah baca, TUJUH orang. Kami adalah DELAPAN bersaudara. Selamat datang di rumahku!

Borneo adikku langsung sedang asyik merokok bersama dua adikku kecilku yang lainnya, Bali dan Celebes. Astajim! Masih kecil sudah berani merokok mereka. Flores dan Andalas, adik keempat dan kelimaku sedang main pistol-pistolan. Andalas sedang menangis karena matanya tertembak, sedangkan Flores tertawa girang, puas sekali seperti saat Maradona mencetak gol dengan tangannya ketika melawan Inggris di piala dunia 86. Jambi adik keenamku atau ketujuh dari delapan bersaudara ini, adalah satu-satunya adikku yang rajin, sedang asyik di depan meja belajar satu-satunya di rumah kami yang selalu jadi rebutan semua anak di rumah ini ketika musim ujian tiba. Terakhir ada adikku yang bungsu, Madura, yang lari bugil keluar dari kamar mandi dibarengi dengan tawanya, diikuti Ibuku yang mengejarnya dari belakang. Nampaknya adik bungsuku ini berbakat jadi artis porno. Masing-masing dari mereka hanya terpaut satu sampai dua tahun. Hanya aku dan Borneo, si anak kedua, yang terpaut 3 tahun.

“Aceh kamu sudah pulang? Yuk bantuin Ibu urus adik kamu”

“…”Aku terdiam. Aku melihat sekeliling, mencari ayahku. Ayahku adalah seorang insinyur sipil. Dia selalu bekerja dan berdinas di luar kota. Yang lucunya adalah setiap pulang dari luar kota, ibuku selalu hamil besar, dan masing-masing anak diberi nama sesuai kota terakhir yang ia kunjungi. Beliau adalah orang yang sangat sibuk. Mungkin hanya seminggu tiap 6 bulan kami dapat bertemu. Tapi yang membuat aku jengkel adalah dia tidak pernah memaksimalkan waktu yang minim itu menjadi berkualitas. Tidak pernah menanyakan kabarku. Selalu cuek, dan asyik dengan dirinya sendiri. Lihat saja seperti setelah mataku menemukannya, dia malah asyik nongkrong baca koran di teras belakang rumah, ketimbang momong 8 orang anaknya. Tapi aku rasa dia selalu memanfaatkan quality time seminggu di rumah ini dengan Ibuku. Buktinya setiap Ayah pulang, sembilan bulan kemudian aku hampir pasti punya adik baru.

Sampai-sampai aku lebih menginginkan dia tidak pulang saja, atau dia tidak ada dia sekalian. Semua tanggung jawab kepala rumah tangga aku yang urus, sedangkan dia lari bersama proyeknya di luar kota. Karena semua masalah ini bersumber dari kepergiannya, Ibu jadi merindu dan setiap bertemu rindu itu langsung saja diekspresikannya di ranjang. Yah, tapi mau bagaimana lagi hanya dengan pekerjaan itu kami dapat hidup. Tapi tidak untuk sekarang, aku juga harus ikut bekerja untuk ikut membantu memberi 7 kurcaci ini makan. Kini uang kerja Ayah masih belum mencukupi untuk isi perut kami semua. Saat ini aku sangat berharap tidak ada lagi adik tambahan untuk tahun-tahun mendatang. Lagipula nampaknya Ibu juga sudah memasuki usia menopause, artinya tidak ada lagi tambahan perut yang harus diisi.

Awalnya semua berjalan baik. Saat Borneo, adik pertamaku lahir, aku sangat senang. Sepertinya akan menyenangkan mempunyai seorang adik. Aku bisa bermain bersama-sama, dan ada teman di rumah. Selalu menyenangkan bermain dan menghabiskan waktu bersamanya. Lagipula aku masih mendapatkan kasih sayang dan perhatian itu. Jatah makan yang berlimpah, mainan yang selalu baru. Perhatian dan cinta kasih cuma terbagi menjadi dua. Tak apalah itupun juga untuk adikku tercinta.

Setahun kemudian aku kembali mempunyai adik baru bernama Bali. Tambah senanglah aku karena merasa ada teman tambahan dalam bermain di rumah. Mainan untukku memang berkurang, tapi sedikitnya aku masih bisa bermain dengan kedua adikku ini. Keadaan masih baik-baik saja.

Keadaan berbeda setahun kemudian ketika adik ketigaku, atau anak keempat, yaitu Celebes lahir. Jatah makanku pun berkurang, aku harus membantu Borneo mengerjakan PR dan tugas sekolahnya, padahal PR dan tugasku sendiri belum selesai. Bali yang sedang belajar jalan dan merangkak selalu menangis ketika usahanya terbentur meja atau tembok. Belum lagi Celebes, yang bisanya cuma nangis kalau lagi lapar dan kebelet ke WC. Tentu saja seperti biasa, Ayah pergi keluar kota tanpa peduli keadaan di rumah. Ingat aku masih berusia SD, saat semua tanggung jawab ayah itu aku yang menanggung. Usia dimana aku seharusnya nongkrong saja di belakang mainan, mendapatkan kasih dan kemanjaan dari orangtuaku.

Tahun demi tahun, Ibu selalu melahirkan. Dimulai dari setahun setelah Celebes, lahirlah Flores diikuti Andalas juga setahun kemudian. Juga menyusul di tahun-tahun berikutnya Jambi dan terakhir Madura. Mimpi buruk seakan terus menggema menjadi nyata, ketika masalah-masalah satu per satu mulai muncul.

Masalah pertama adalah tentu saja tentang jatah makan. Pertama Ibu harus mengeluarkan uang yang sangat banyak hanya agar kedelapan anaknya harus kebagian makan. Terbayanglah ongkos yang sangat besar untuk membeli lauk pauk dan sayur mayur. Porsi makan yang relative seadanya itu membuat kedelapan anaknya ini kerap dihinggapi lapar, sehingga harus seringkali Ibu membeli cemilan untuk memenuhi nafsu makan-makan anak-anaknya. Ketika makanan sedang dihidangkan pun timbul masalah. Karena terbatasnya nasi, lauk pauk dan sayur, kami harus berebut untuk mengambil makan. Tak jarang kami bertengkar hanya untuk mendapatkan porsi yang banyak. Aduh mau menikmati makannya saja kok repot sekali ya?

Masalah berikutnya adalah masalah material seperti kaos dan mainan. Seperti ketika Borneo dibelikan kaos baru, adik-adik yang lainnya pasti akan iri dan tentu saja minta dibelikan lagi. Hal itu juga berlaku pada mainan. Setiap ada anak yang dibelikan mainan baru, maka anak yang lainnya akan iri. Habislah uang hanya untuk urusan iri-iri.

Belum lagi saat malam minggu datang. Jika kebanyakan orang putus karena selingkuh atau long distance, kalau aku putus karena ulah adik-adikku. Pacar mengajak berkencan menonton film di bioskop. Aku pun sudah rapi dengan kemeja flannel bermotif kotak-kotak biru hitam dipadu celana jeans, siap berangkat bersama pacar. Baru akan melangkahkan kaki ke pintu, Madura, si bungsu, menangis keras, sedangkan Ibu sedang mengurusi Andalas dan Celebes yang sejak tadi belum mengerjakan PR. Karena harus meninabobokannya, aku terlambat janji, pacar marah dan tidak mau mengerti keadaan ini, dan berujung pada pemutusan hubungan. Hal ini selalu berulang dari gadis satu ke gadis lainnya. Arrgghh….!!!

Ibu selalu sibuk dengan ketujuh adikku. Aku tidak pernah sedikitpun mendapatkan perhatiannya. Satu-satunya komunikasi yang kami lakukan hanya saat beliau memintaku ini itu untuk membantu adikku, menyuruhku mengganti popok, atau menyuapi mereka makan, membantu mereka mengerjakan PR. Tidak pernah aku mendapatkan perhatian dari kedua orangtuaku, padahal aku juara di sekolah. Bahkan aku yang selalu juara kelas dari SD sampai SMA, tidak dibiayai untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Ibu malah lebih mementingkan ketujuh adikku yang prestasinya justru tidak jelas. Ibu malah mengatakan padaku kalau kuliah itu percuma saja, ujung-ujungnya juga kerja, lebih baik langsung saja cari kerja. Kuliah juga dapat gaji paling banter 2 jutaan.

Ah pusing kepalaku, sudah capek-capek kerja seharian, sampai rumah masih ada kerjaan, ngurusin tuyul-tuyul kecil ini. Ini rumah sudah seperti kandang kelinci saja, banyak banget isinya, anak kecil semua lagi. Rasanya sudah tidak tahan lagi dengan semua ini. Bertahun-tahun aku memendam rasa kesal ini. Tidak pernah sekalipun aku mengeluh ataupun membantah, tapi mengapa mereka tidak pernah mengerti aku? Kenapa harus selalu aku? Padahal aku sudah melakasanakan semua kewajibanku, kapankah aku mendapatkan apa yang kuinginkan?

Amarahku tak tertahankan lagi. Aku ingin segera akhiri ini semua. Aku berlari menuju dapur. Langsung kusambar pisau dapur yang digantung di rak piring. Ku genggam pisau tepat di depan dadaku. Keringat dingin bercucuran dari segenap tubuhku, membasahi hatiku. Saat itu rasanya kepalaku berputar-putar. Ingatanku dengan cepat memutar kembali memori dari masa kecil dari sekarang. Dimana seluruh peristiwa terangkum, melebur dan bekerja sama membentuk semua luka batin di hati. Selamat tinggal...

Namun sebuah sinar putih memanggilku… Sinar yang begitu terang…Sinar yang menyilaukan mata dan kalbu…Sinar itu…

#

“Aceh, kamu sudah sadar nak?”

“Nak maafkan Ibu ya. Ibu egois. Ibu tidak pernah memperhatikanmu”

“Ada apa sih Bu? Ini dimana?”, katanya sambil mengumpulkan kesadarannya

“Di rumah sakit. Kamu sudah seminggu tidak sadarkan diri”

“Ohh…”, katanya sambil mengusap dahinya

“Maaf ya Nak, Ibu tidak pernah memperhatikanmu lagi karena ketujuh adikmu”. Aku memeluk tubuhnya yang terkapar di ranjang rumah sakit berbalut infuse dan perban.

“Tidak apa Ibu, aku baik-baik saja.”

“Ibu tadi Tuhan menyapaku. Dia ingin aku menjadi pelayan-Nya”, lanjutnya

“Apa?” aku tersontak kaget

“Tuhan menyapaku. Tuhan menginginkan aku menjadi pelayannya. Dengan begitu aku akan meringankan beban Ayah, Ibu dan adik-adik”

“Tidak Nak! Jangan! Ibu akan lebih memperhatikanmu. Kami akan lebih banyak menghabiskan waktu bersamamu. Tak usahlah kamu bekerja, Ibu dan Ayah akan menafkahai.. Ibu janji akan mencarikanmu beasiswa untukmu melanjutkan ke perguruan tinggi. Kamu baru kembali, jangan pergi lagi, Nak. Ibu masih merindukanmu”.

“Tidak perlu Ibu lakukan itu. Tuhan yang memintaku. Keputusanku sudah bulat, Aku akan menjadi pelayan Tuhan”.

“Ibu, tolong jangan sampai adik-adikku merasakan apa yang kurasakan. Perhatikan mereka dengan sungguh. Penuhi semua kebutuhan jasmani dan rohaninya”, lanjutnya berpesan.

Aku mengangguk sambil menangis tersedu.

#

Minggu pagi, aku pergi ke gereja mengucapkan puji dan syukurku kepada Tuhan atas semua karunia dan berkat-Nya yang Dia berikan pada keluargaku sampai hari ini. Aku berlutut mohon pengampunan atas semua keegoisan dan hawa nafsu dagingku yang berbuah petaka. Masih ku tak percaya, Kau renggut putra sulungku. Namun kutahu, Engkau selalu tahu apa yang terbaik untuk umat-Nya. Khusus kuberdoa kepada putra sulungku Aceh, supaya persembahan dirinya kepada Tuhan dapat menjadi jalan terbaik baginya.

Peristiwa itu menyadarkanku bahwa anak-anak merupakan titipan dari Tuhan, bisa datang dan pergi menurut panggilan-Nya. Selagi masih dititipkan hendaknya dijaga, dirawat, dan dibesarkan sebaik mungkin. Berkat peristiwa kepergiaan anak sulungku, aku lebih memperhatikan anak-anakku. Kujaga dan kucintai mereka sama baiknya. Aku keluar dari pekerjaannya yang lama, dan mencari kerja di dalam kota. Dengan dalih mencari nafkah untuk keluarga, aku melegalkan kesenjangan hubungan antara kami. Kami terus bekerja keras, berusaha dan berdoa. Lalu mukjizat itu tiba. Perlahan-lahan keuangan keluarga kami membaik, keluarga kami tidak pernah kekurangan dan bahagia. Setiap minggu pagi, aku dengan bangga melihat putraku, duduk di mimbar dengan jubah gagahnya sebahagia sebagai pelayan Tuhan di gereja.

Wednesday, September 29, 2010

Aku, Diriku, Kamu

Sudah sepatutnya aku panjatkan syahdu syukurku pada Tuhan
Tak ada satupun kekuranganku yang Dia berikan
Namun diriku tak puas, diriku merasa kosong
Aku sudah cukup puas, namun akupun berontak muak dengan semua kekosongan ini
Diriku menginginkan Kamu
Sungguh inginnya diriku inginkan Kamu, sampai lepas semua akal sehatku
Bukan...bukan mereka yang aku dan diriku cari
mereka tidak ada hubungannya
aku dan diriku berhutang maaf dengan mereka
Aku tahu merasa ada yang salah
Apa mau diriku? Aku menentangnya.
Aku tidak mengingkan Kamu yang diinginkan diriku, tapi kamu yang aku inginkan
Sampai akhirnya kami sampai pada kata sepakat, Kamulah jawabnya!

Monday, September 27, 2010

Curhatan 3 sahabat, 3 cinta, 3 persoalan yang sama


Sebutlah 3 orang yang saling bersahabat itu F,P,Y. Dimulai dari F, dia telah menemukan kembali cinta lamanya, setelah kehilangannya (dalam arti sebenarnya, bukan dalam arti poetical) selama bertahun-tahun. Lantas ia kembali jatuh cinta, namun terhalang dengan kehadiran orang ketiga yaitu SARA. Lalu kemudian P. P kembali putus setelah cukup lama menjalin cinta sebelumnya. Hadirnya penyakit lama yaitu sebuah lingkaran setan bernama stagnansi dan rutinitas konstan diklarifikasi sebagai runtuhnya kebersamaan mereka. P adalah seorang yang supel, selain bersahabat dengan F, Y , S ,L ia memiliki banyak teman cowo maupun cewe, salah satunya bernama V yang kebetulan sedang dekat saja karena bersama-sama pergi keluar kota. Masalah cinta P adalah yang paling berat diantara F, dan Y, karena dia khawatir V dituding pihak luar sebagai runtuhnya kebersamaannya dengan mantan pacarnya, padahal bukan V penyebabnya. Lebih dari pada itu V dan P (lagi-lagi masalah ini) berbeda agama. P mampu memprediksi akan potensi konflik ke depannya. Terakhir adalah Y. Y beberapa bulan lalu menyatakan cinta kepada seorang tionghoa-kristen, dan ditolak. Kedinginan hubungan antar mereka sempat terjadi beberapa bulan, namun akhirnya meleleh setelah keduanya sepakat untuk mencairkan masa lalu. Kemudian ia memohon kepada Tuhan, petunjuk itu tidak langsung hadir. Namun Y tak menyerah, ia terus mencari petunjuk-Nya, sambil mencari dalam arti sebenarnya, ia juga sempat menyukai V karena disinyalir V juga pernah tertarik dengan Y. Namun belakangan ia merasa V bukan orang yang tepat, lagipula belakangan V juga disukai sahabatnya yaitu P. Lalu suatu ketika saat ia bosan di rumah ia menemukan sebuah film layar lebar di meja kakaknya, ia memutuskan untuk menonton film itu. Film itu tentang cinta SARA. Keesokannya Y menemukan kesamaan film yang baru ditontonnya dengan yang dialami sahabatnya yaitu si F, Y meminjamkan film itu sebagai pilihan pandangan atas solusi dengan harapan bisa memberikan pencerahan ke F. Yang aneh adalah pada saat bersamaan, Y bertemu dengan matakuliah Multikulturalisme. Saat lebaran Y bertemu saudara-saudaranya dan hampir semua bertanya kepadanya, sudah punya pacar belum, teman2 smanya pun menanyakan hal yang sama kepadanya. Yang membuat Y merasa ada yang aneh dengan semua kejanggalan ini adalah, kenapa isu SARA bisa dengan tiba-tiba merebak dan mengerubungi sekeliling hidungnya, belum lagi di TV sedang tren kasus HKBP, bersamaaan dengan pertanyaan dengan sudah punya pacar yang diarahkan padanya olah orang-orang dekat sekitarnya. Terlebih ini menyangkut masalah cinta, yang baru saja dipahami dan dipelajari Y sebagai prioritas kebahagiaannya. Apa yang sedang ingin Tuhan sampaikan padanya? Y mencoba mengambil hikmah atau membaca petunjuk Tuhan sebagai, di usianya yang segini, pacaran menjadi sangat krusial, bisa langsung sampe kawin, maka bener2lah pilih jodoh, khususnya Jawa dan Katolik. Semua ini ia simpulkan karena muncul berita akan segera tunangannya temen Y. Y pun tersontak sadar, sehingga ia bersyukurnya karena ia tidak jadi pacaran dengan Kristen-tionghoa itu, bisa amblas hubungannya dengan kedua orangtuanya karena sudah pasti akan menimbulkan konflik perbedaan SARA. Namun hadirlah D yang merupakan Buddis dan Tionghoa Bangka, ia menyentuh Y dengan getaran dan pesonanya. Y pun bingung, apakah D adalah jawaban dari Tuhan? Ataukah Tuhan ingin menguji Y dalam mempertahankan 2 prinsip bersyarat itu? Apakah ini Cuma emosi labil Y yang mengalami kekosongan kebahagiaan, karena prioritas kebahagiaannya, CINTA, belum terpenuhi? Ah SARA….

Masing-masing dari ketiganya ini sadar bahwa di usia segini, jodoh bisa sangat krusial, bisa langsung sampe kawin. Ketiganya juga paham betul, mereka tidak hidup sendirian di dunia ini, masih ada keluarg dan orang tua yang harus dihormati, masih ada hal2 lain yang lebih penting dari cinta. Ketiganya pun tahu, untuk menjalankan hubungan yang berpotensi konflik di depan adalah hal yang percuma, buang-buang waktu dan energi. Lagipula ketika ketiganya sudah berhubungan dengan pacar masing2 yang beda SARA untuk waktu yang cukup lama, akan sulit untuk melepas hubungan yang sudah lama terbentuk itu, dan bisa terbentur oleh mungkin tidak turunnya restu orang tua mereka. Ketiga sahabat ini, sudah tau dan paham betul hal itu terjadi. Sekarang sih mereka cukup enjoy dengan keadaannya, kecuali P, yang masih berusaha mengakali image V sebagai pelaku putusnya P dengan mantannya. Namun ada suara di hati kecil mereka yang berkata, “ah elah, lw kan masih muda ini, ngapain mikirin begituan? Have fun aja. Lw pacarin aj, tapi ga usaha mpe kawin”. Easy to say, tapi kalo kebawa ampe lama and dalem gimana? kalo emang menjalani hubungan yang pasti uda bakal akan berakhir, lalu buat apa menjalani hubungan itu? Ah SARA…

Thursday, September 23, 2010

Apakah kamu itu Kamu?

Kemarin ku luncurkan sepenggal sabda doa kepada yang Esa di atas sana

Kupinta Kamu untuk hadir untuk disisiku

Tak mudah temukan Jawab-Nya

Hanya melalui iman, sambil menerka dan meraba seluruh bisikan yang dibahasakan alam

Namun, seluruh pencarian jawaban ini justru menempatkan aku pada sebuah pertanyaan baru di sudut benakku

Apakah kamu itu Kamu?