Tulisan gue review tentang album baru Red Hot Chili Peppers- The Gateaway. Terbit di harian Kompas, Minggu 26 Juni 2016 halaman 20 |
Reportase Jurnalistik, The Story Behind The News, Opini dan Idealisme, Karya Sastra, Catatan Perjalanan dan Kehidupan.
Monday, June 27, 2016
Review Album The Gateaway - Red Hot Chili Peppers
Thursday, June 16, 2016
Terbaik Sejauh Ini
yang terbit Kompas, Rabu (15/6)
naskah aslinya
Lawan Terkuat Sang Jawara
Sejak ratusan tahun, silat atau 'maen pukul' menjadi andalan dan kebanggaan di tanah Betawi. Para jawara dan warga Betawi menggunakannya untuk membela diri dan melawan pihak kolonial Belanda. Tetapi kini para jawara dan silat Betawi dihadapkan pada lawan ‘terkuat’ yaitu perubahan zaman.
Sejak ratusan tahun, silat atau 'maen pukul' menjadi andalan dan kebanggaan di tanah Betawi. Para jawara dan warga Betawi menggunakannya untuk membela diri dan melawan pihak kolonial Belanda. Tetapi kini para jawara dan silat Betawi dihadapkan pada lawan ‘terkuat’ yaitu perubahan zaman.
Pada abad 19,
hidup jawara silat Betawi, Si Pitung. Ia menjadi legenda lantaran jasanya
merampok tuan tanah Betawi dan Master Cornelis dan membagikannya untuk rakyat
kecil. Karena aksinya ia dijuluki “Robin Hood Betawi” (Robinhood Betawi: Kisah
Betawi Tempo Doeloe, Alwi Shahab, 2001).
Kini, silat Betawi telah beralih fungsi menjadi kesenian tradisional dan olahraga bela diri semata. Berdasarkan data Persatuan Pencak Silat Putra Betawi, yang dikutip dari buku “Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi” karya G.J Nawi (2016), saat ini ada 317 aliran silat tradisional Betawi. Meski jumlahnya banyak, nyatanya silat Betawi belum menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri.
Berbeda
dengan tempat latihan ilmu bela diri asing yang biasanya berada di pusat
kebugaran, pusat keramaian, dan ruko di pinggir jalan, lokasi sanggar silat
Betawi berada di antara gang-gang kecil pemukiman Jakarta. Untuk bisa menemukan
perguruan Silat Bheksi Tradisional Haji Hasbullah (THH) di Ciledug misalnya,
harus menyusuri gang kecil berukuran sekitar 1,5 meter. Lokasinya sekitar 10
meter dari jalan raya, di balik rumah-rumah warga.
Kondisi
lokasi serupa juga terjadi di sanggar kesenian Betawi dan silat tradisional
Sanggar Si Pitung di Rawabelong, Jakarta Barat. Tidak hanya soal lokasi, namun
eksistensi silat Betawi pun kian terpinggirkan.
“Saya punya
teman, dia guru Bheksi, salah satu aliran silat tradisional Betawi. Tapi
anaknya malah lebih tertarik belajar Tae Kwon Do. Malu itu babehnye," ujar Bactiar (45), pendiri Sanggar Si Pitung, Jumat
(10/6).
"Yang lebih
serem lagi, itu teknologi, bikin
anak-anak nggak cuma lupa kebudayaan,
sholat aja lalai," lanjut pegiat
silat Betawi Cingkrik ini. Padahal, dulu warga Betawi dikenal akan dua hal
sholat dan silat.
Bachtiar
menilai, masih tradisionalnya pola pikir para pegiat silat membuat hal ini
kalah oleh zaman. Masih ada silat Betawi yang latihannya harus diam-diam di
ruangan tertutup dan malam hari. “Dulu begitu untuk menghindari Belanda. Kalau
sekarang jadi aneh. Beda dengan latihan Karate yang terbuka,” ujar Bachtiar.
Selain itu,
masih banyak pula kegiatan silat ini berjalan tanpa yayasan atau badan hukum
yang jelas membuat silat sulit berkembang. Marlian (46) dan Hendra (41) pegiat
silat Betawi Seliwa dari Kelurahan Sewan, Tangerang, tidak memiliki perguruan
yang jelas. Mereka hanya belajar pada orang-orang yang dinilai mampu silat.
Ilmu silat itu menjadi bekal Hendra yang bekerja sebagai petugas keamanan
pabrik di Tangerang.
Serangan balik
Meski demikian,
berbagai pihak tetap berusaha melancarkan ‘serangan balik’ terhadap keadaan
zaman agar bisa tetap eksis. Guru besar Silat Bheksi Tradisional Haji Hasbullah
(THH) Sabenuh Masir beberapa waktu lalu membuat Nada Sambung Pribadi (NSP) petuah
silat bekerjasama dengan Telkomsel. “Biar silat tetap ada dan terpromosikan setiap
ada yang telpon saya,” ujar Ketua Umum Silat Bheksi Tradisional Haji Hasbullah
(THH), Achmad Rofi (36) yang juga merupakan putra dari Sabenuh.
Harapan silat
ini masih bisa diteruskan ke anak-anak terlihat saat perguruannya mencatat 397
orang pada pendaftaran siswa baru Desember 2015. “Meskipun nanti juga menyusut
karena seleksi alam, tapi yang menggembirakan, mayoritas pendaftar adalah
anak-anak dan remaja,” ujar pengurus generasi ketiga THH ini rumahnya di Ciledug,
Tangerang, Jumat (10/6).
Saat ini, THH
memiliki sekitar 1.000 siswa yang aktif. Mereka tersebar di 22 cabang yang
aktif, yakni di Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Tangerang,
Tangerang Selatan, dan Depok.
Silat Betawi
juga masih kerap menunjukkan eksistensinya melalui upacara Palang pintu. “Dalam
sebulan bisa 3-4 kali kami tampilkan
Palang Pintu. Bisa untuk acara pernikahan Betawi, peresmian gedung, ulang
tahun, atau acara-acara lain,” ujar Sahroni, Ketua Sanggar Seni Setu Babakan.
Harapan untuk
mempertahankan kebudayaan silat Betawi ini tertuang dalam Peraturan Daerah DKI
Jakarta No.4/2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi yang menyebutkan
pelestarian kebudayaan Betawi diselenggarakan melalui pendidikan.
Sebelum Kompas pamit, Bachtiar menyisipkan
pantun penuh pesan. Begini bunyinya: Dari Ciawi ke cabang bungin /Ke Cipete lewat
Semanggi /Seni Budaya Betawi kudu kite kembangin/Kalo bukan kite siapa lagi// .
Setuju beh! (C11)
Subscribe to:
Posts (Atom)