Sembilan
elemen jurnalisme adalah dasar-dasar pokok yang dijadikan acuan untuk menjadi
jurnalis yang ideal dan berkualitas. Ide itu dikemukakan oleh jurnalis yang dijadikan
“kiblat” oleh para jurnalis dunia, Bill Kovach. Jurnalis yang juga merupakan
kurator Nieman Fellowship (sebuah beasiswa ekstensi bergengsi khusus para
jurnalis berprestasi) itulah yang menulis buku The Elements of Journalism : What Newspeople Should Know and the Public
Should Expect bersama rekannya Tom Rosenstiel. Melalui buku inilah,
jurnalis yang pernah menyabet lima pulitzer (penghargaan karya jurnalistik di
Amerika) dan bekerja 18 tahun di The New
York Times, menyebarkan “mahzabnya” kepada dunia tentang nilai-nilai yang
perlu dianut untuk menjadi jurnalis yang ideal dan berkualitas. Sembilan elemen
itu dirumuskan usai Committee of Concern Journalist menngadakan banyak diskusi
dengan melibatkan 1200 wartawan dari seluruh penjuru dunia. Masing-masing poin
dalam sembilan elemen ini memiliki kedudukannya yang sama.
Buku Sembilan Elemen Jurnalisme oleh Bill Kovach dan Tom Rosentiel |
Duo jurnalis handal ini menempatkan kebenaran sebagai elemen yang pertama. Keinginan
agar informasi merupakan kebenaran adalah elementer. Namun tidak sesederhana
yang terlihat. Elemen ini agak membingungkan untuk dimengerti, karena kebenaran
bisa dipandang dari sudut pandang yang beragam. Masing-masing agama, ideologi,
filsafat, keyakinan memiliki pandangannya sendiri-sendiri mengenai kebenaran.
Kebenaran yang mana? Bagaimana dengan bias wartawan? Setiap wartawan memiliki
latar belakang agama, suku, ras, ideologi politik, budaya, yang berbeda-beda
bukan? Kebenaran yang ditawarkan oleh mereka adalah kebenaran fungsional,
misalnya guru mendidik muridnya untuk beretika, koki restoran memasak untuk
tamunya, dan seterusnya. Kebenaran yang memang berfungsi sebagaimana
seharusnya. Dalam konteks jurnalistik, kebenaran disini adalah kebenaran yang
terbentuk hari demi hari, bulan demi bulan dan seterusnya. Kebenaran yang memang berfungsi sebagai mana
mestinya.
Poin
kedua adalah jurnalis mengabdikan
loyalitas mereka kepada masyarakat. Segala perihal kegiatan jurnalistik dan
pemberitaan mereka harus mengacu dan dalam rangka dan usaha memberikan
informasi untuk kepentingan publik. Nampaknya merupakan wacana yang terlalu
muluk, mengingat kegiatan jurnalistik pun juga memerlukan sokongan dana dalam
operasionalnya sehari-hari. Maka kecenderungan yang ada adalah jurnalis
mengabdikan dirinya pada pemilik media dimana ia bekerja, dengan motivasi
ekonomi mendalangi semuanya. Jika bukan untuk kepentingan pemiliknya, media
yang melakukan pemberitaan yang tidak komersial (idealis) akan mudah dihinggapi
kebangkrutan. Namun hipotesis itu terpecahkan jika kita menilik harian The New York Times. Kredo mereka yang berbunyi
“…to give the news impartially, without fear or favor, regardlessly of party,
sect or interest involved” ternyata sejalan dengan karya jurnalistik mereka
yang telah membawa mereka sebagai harian berkualitas kaliber dunia. Menariknya
prestasi itu berbanding lurus dengan oplah yang besar yang diperoleh dari
kredibilitas mereka.. Masyarakat membeli New
York Times karena percaya apa yang mereka tulis disana.
Menarik kembali apa yang telah ditulis di poin
pertama mengenai kebenaran, keakuratan data dalam penulisan berita merupakan
unsur yang harus dijunjung tinggi oleh para jurnalis. Maka dari elemen ketiga
menyebutkan agar para jurnalis disiplin
dalam verifikasi. Meningkatkan disiplin verifikasi adalah langkah
terpenting yang bisa di ambil wartawan untuk meningkatkan kualitas berita.
Ketepatan data, keakuratan informasi, semuanya mengerucut pada usaha wartawan
untuk senantiasa mengabarkan kebenaran untuk kepentingan publik. Kovach dan
Rosenstiels menawarkan lima konsep dalam verifikasi:
1. Jangan
menambah atau mengarang sesuatu yang tidak ada
2. Jangan
menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, pendengar
3. Bersikaplah
setransparan dan sejujur mungkin
4. Andalkan
pada reportase anda sendiri
5. Bersikaplah
rendah hati
Untuk
mendapatkan berita yang benar, pro kepentingan publik, dan objektif serta
akurat dalam memverifikasi berita, seorang jurnalis harus independen dari segala kepentingan. Definisi independen disini
adalah bebas dari segala kepentingan dari pihak manapun. Latar belakang
jurnalis seperti agama, suka yang mau tidak mau pasti “mengikat”, hendaknya
tidak dijadikan kekangan, namun gunakan pemahaman yang mendalam dari latar
belakang itu untuk memperkaya warna tulisan.
Sebagaimana
salah satu fungsi pers sebagai sarana
memantau kekuasaan sambil menjadi penghibur masyarakat dengan menyambung lidah
mereka, elemen kelima pun demikian. Mungkin sesuai dengan sebuah ungkapan
di harian Kompas, “Mengingatkan yang
mapan, sambil menghibur yang lara”. Jurnalis yang baik akan berperan sebagai watch dog yang siap “menggonggong” kapan
saja ketika para pemangku kuasa mulai berjalan di luar semestinya. Di waktu
yang sama, jurnalis harus menjadi pemberi semangat dan penyambung lidah rakyat.
Namanya juga media yang artinya
wadah, maka salah satu elemen dari jurnalistik adalah menjadi wadah forum public untuk berpendapat dan berekspresi, baik
untuk kritik maupun dukungan untuk masyarakat. Rata-rata hal ini sudah
diterapkan di media-media Indonesia seperti rubric surat pembaca dan kolom
artikel di harian Kompas, suara
mahasiswa di harian Seputar Indonesia. Di stasiun Metro TV ada program acara
anda. Semua ini merupakan salah bentuk peran jurnalis sebagai wadah forum
public. Di tempat-tempat seperti inilah masyarakat beropini, berkeluhkesah,
menuangkan pikirannya.
Bill Kovach |
Sebagus apapun isi beritanya apabila
tidak dibuat dengan menarik, maka tidak akan dihiraukan masyarakat. Maka dari
itu jurnalis harus menulis berita dengan
menarik dan relevan. Semboyan majalah Tempo
yang berbunyi, “Enak Dibaca dan Perlu” merupakan cerminan nyata dari elemen
ini. Berita yang ditulis dengan gaya jurnalistik sastrawi (gaya narasi) membuat
pembaca seakan-akan sedang membaca karya sastra namun berisi fakta-fakta dan
berupa berita. Selain untuk menarik dan membuat nyaman audiens dalam membaca,
teknik ini juga digunakan untuk memperkuat reportase berita itu sendiri. Untuk
memperkuat dan menanamkan gambaran yang matang pada audiens.
Elemen berikutnya adalah jurnalis harus menyiarkan berita
komprehensif dan proporsional. Komprehensif artinya pemberitaannya harus
meliputi semua aspek dan menyeluruh, sedangkan proporsional adalah berimbang
dan sesuai bobotnya. Proporsional dan komprehensif dalam
jurnalistik memang tak seilmiah pembuatan peta. Berita mana yang akan diangkat,
mana yang di angkat mmenjadi berita utama, tentu penilaiannya berbeda antara
wartawan dengan audiensnya.
Last
but not least, elemen terakhir adalah jurnalis
harus diperbolehkan mengikuti hati nurani mereka. Dalam menjalankan
tugasnya, jurnalis akan banyak dihadapkan dengan berbagai tantangan. Saat
itulah hati nuraninya akan berbicara, dan suara itu memang harus diperbolehkan
diikutsertakan. Hati nurani itu akan mendorongnya melakukan hal-hal
kemanusiaan, sehingga menjauhkan mereka dari usaha melakukan pemberitaan yang
tidak terpuji.
9 Elemen Jurnalisme :
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada masyarakat
3. Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi
4. Praktisi Jurnalisme harus menjaga independensi terhadap sumber berita
5. Jurnalisme harus menjadi pemantau kekuasaan
6. Jurnalisme harus menyediakan forum kritik maupun dukungan masyarakat
7. Jurnalisme harus berupaya keras untuk membuat hal yang penting menarik dan relevan
8. Jurnalisme harus menyiarkan berita komprehensif dan proporsional
9. Praktisi jurnalisme harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka
6 Oktober 2011
No comments:
Post a Comment