Monday, November 6, 2017

Saya dan Oktober

Baru belakangan saya sadari, peran Oktober di hidup saya. Bulan kesepuluh ini ternyata jadi tempat momen-momen seru, sedih, sampe momen teranjing, bahkan momen perdamaian juga.

Pada Oktober 2007, untuk pertama kali dalam hidup saya mengecap dan mengangkat piala. Ya saya dan band saya waktu itu, Dewargon, juara 2 Gonzaga Charity Night. 

Kelihatannya sepele, tapi itu momen berkesan dan berpengaruh buat saya. Sebab, setelah itu mental juara saya terbangun. Bersama teman2 band yang disiplin dan bermental juara, total saya menyabet 4 piala dari lima kali ikut festival band bersama Dewargon, sebelum gw memutuskan utk cabut dari sana.

Dampaknya buat saya sampai sekarang, saya selalu haus kemenangan dan berjiwa kompetitif. Padahal dulu waktu gw kecil, sebelum menjuarai itu, gw selalu calon veteran hampir ga naik kelas. Gw nakal, pembuat onar, selalu dipanggil ortunya saat rapotan. Hahaha.

Oktober 2009, saya pertama kali masuk kuliah ambil ilmu komunikasi UMN. Gw masuk dengan dada membusung dan cita-cita membara ingin jadi wartawan, khususnya Kompas. Beruntung gw berada di lingkungan yang sangat mendukung, teman-teman yang suportif, tulus, saling asah-asih-asuh, tempat bercurah dan berkembang bersama untuk tumbuh menjadi wartawan handal. 

Waktu berlalu. Dan tibalah hattrick dalam 3 tahun berturut-turut, Oktober jadi bulan paling "something" di hidup gw.

Oktober 2015. Gw msh kerja di Kontan dan bersiap untuk pindah ke Kompas. Gw berjibaku mengikuti tes wawancara segala macam. Masih teringat gimana gw harus izin sama bos2 gw, ikutin tes yang bertahap-tahap. Dan akhirnya gw pun masuk.

Oktober 2016. Banyak momen aneh disini. Pertengkaran dan baikan dengan Vivi yang menyakitkan sekaligus menenangkan. Sampai kepindahan secara mendadak ke Nusantara yang minim antisipasinya dari gw. 

Oktober 2017. Kakak gw merried. Momen dimana gw ngerasa kayak, Thats it Kris. Mencoba melepaskan ikatan dengan bantuan orang lain tapi ga berhasil. Terjebak dalam perang batin. Merantau kesepian 5 hari di daerah ratusan kilometer di Sukabumi. Mendadak religius berdoa rosario setiap hari. Setiap hari berdenyut peristiwa2 aneh. Berdoa dimudahkan jalannya dan diberi kecerahan berpikir. Semua berharap satu hal: saya berdamai dengan diri saya sendiri. Saya kira ini sudah sampai tahap akhir pertempuran ini. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Ditulis Malam hari makan malam di sebuah restoran cepat saji di Pondok Indah tempat dulu biasa saya dan sosok yang sangat kurindukan itu makan malam setelah liputan atau pun nonton bioskop. Saya rindu masa itu. Saat semuanya masih terasa lebih mudah.




Sent from my Samsung Galaxy smartphone.